bojonegorotoday.com – Pandemik Corona sangat berdampak disektor perekonomian pasar. Tidak sedikit petani sekaligus pedagang cabai merah mengeluh lantaran sepi pembeli. Akibatnya, cabai merah milik pedagang banyak yang tak laku dan membusuk.
Sepinya pembeli dan turunnya harga cabai merah dipasaran membuat para petani sekaligus pedagang cabai merah merasa terkecik. Sebab saat ini merupakan musim panen, namun harga cabai merah merosot hingga Rp 5 ribu rupiah per kilogramnya.
“Sekarang sepi pembeli dan harga juga turun drastis hingga lima ribu rupiah,” kata Slamet Riyadi salah seorang Petani sekaligus Pedagang cabai merah asal Desa Sumberwangi, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Petani cabai merah ini mengaku pandemi corona virus disiase 2019 (Covid-19) sangat berdampak. Selain sepi pembeli, dampak yang dirasakan juga nilai keuntungan yang ia dapat dari penjualan cabai merah yang ia panen dari persawahannya. Terkadang malah merugi.
Pria beranak satu ini menulai jika kembali modal itu sudah bagus, lantaran dimasa Pandemik Corona. Sebab banyak orang yang jarang keluar rumah. Sehingga daya beli sepi. Slamet, sapaan akrabnya, mengaku saat ini masih beruntung kembali modal.
“Berharap pemerintah juga memperhatikan nasib petani cabai merah yang saat ini cukup gelisah akibat pandemi corona,” ucap Slamet penuh harap.

Cabe merah hasil panennya ia jual di lapak sederhana di Pasar Agrobis Babad. Saat berangkat pagi atau siang hari, ia membawa puluhan kilogram cabai merah yang hendak dijual. Di Pasar itu, banyak pembeli yang saat ini justru membeli sedikit cabai merah.
Waktu penjualannya tidak pasti, terkadang pagi dan siang hari. Namun supaya barang dagangannya ini laku terjual, Slamet rela pulang hingga larut malam. Berharap petang sampai malam hari ada pembeli yang menghampiri.
Jika barang dagangannya ini tidak habis terjual, maka barang dagangannya ini dioper ke teman seprofesinya dengan kompromi harga. Namun tidak sedikit juga cabai merah yang terpaksa ia bawa pulang lantaran tidak habis terjual karena sepi pembeli.
“Serba sulit ditengah pandemi corona ini,” keluh Slamet.
Cabai merah yang ia bawa pulang, ia pilah apakah ada yang busuk atau tidak. Kemudian ia jemur dihalaman rumahnya hingga kering selama beberapa hari. Saat sebelum pandemi corona seperti ini, penjualannya masih cukup enak. Namun sekarang agak susah.
Meski demikian, ia tetap mensyukuri apa yang telah ia dapat. Sebagai tulang punggung keluarga terlebih memiliki satu anak, ia harus mampu mengatur kompromi-kompromi harga cabai merah dipasaran sehingga harga cabai tak semakin turun supaya dapur tetap ngepul.
“Meskipun susah, gelisah, tapi tetap bersyukur dan berharap badai corona ini cepat berlalu sehingga perekonomian pasar kembali stabil,” pungkasnya. (yud)