BOJONEGORO – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro terus berupaya mengoptimalkan pemahaman dan kesadaran hukum khususnya bagi para Aparatur Pemerintahan Desa di Kabupaten Bojonegoro. Kegiatan penyuluhan digelar di Balai Desa Ngelo, Kecamatan Margomulyo, Rabu (23/02/2022).
Penyuluhan Hukum dengan tema bimbingan bagi Aparatur Pemerintahan Desa dalam penyelesaian hukum yang terjadi di desa tersebut dihadiri tim Bagian Hukum Setda, Camat Margomulyo bersama jajaran, Forkopimcam, dan aparatur Pemdes se kecamatan, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan dengan baik.
Narasumber yang hadir adalah Lettu Kav. Rochim Sri Wahyu (Pasipers Kodim 0813 Bojonegoro), Bripka Andik (Penyidik 2 Tipikor Polres Bojoneggoro), Tejo (Jaksa Fungsional Kejaksaan Negeri Bojonegoro), dan Afrizon (Jaksa Pengadilan Negeri Bojonegoro).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bupati Bojonegoro, Hj Anna Muawanah dalam arahannya secara daring menuturkan, bahwa seluruh warga mempunyai kewajiban untuk mematuhi undang-undang agar tidak terjadi penyalahgunaan di kemudian hari.
Apabila seluruh para pemangku desa paham hukum, jika ada suatu permasalahan yang mengarah ke ranah hukum di desa bisa diselesaikan dengan cara bermusyawarah terlalu dahulu. Apabila benar-benar tidak dapat diselesaikan, segera diserahkan kepada APH (Aparat Penegak Hukum).
“Kami meminta kepada seluruh pemangku kebijakan di desa untuk benar-benar menyimak penyuluhan hukum ini. Agar nantinya ilmu yang diperoleh dapat diterapkan di desa. Sehingga tidak ada permasalahan berlarut-larut yang tidak dapat terselesaikan karena kurangnya pemahaman terhadap hukum,” tutur Bupati Anna.
Sementara itu, Bripka Andik Penyidik Unit 2 Tipikor Polres Bojoneggoro yang hadir sebagai narasumber mengungkapkan, bahwa saat ini banyak terjadi tindak pidana korupsi. Hal itu banyak terjadi di tingkat desa karena banyaknya dana desa yang turun di desa.
Dalam hal ini, peran Polri sesuai dengan UU diemban oleh Bareskim Polri dan di tingkat Polres di unit tipikor. “Kami dari kepolisian dalam bertugas telah diatur oleh undang-undang yang berlaku di Negara Indonesia,” ungkapnya.
“Terkait dengan tipikor ada tujuh jenis yaitu perbuatan merugikan negara, suap, gratifikasi, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, dan benturan kepentingan dalam pengadaan,” jelasnya.
Bagi aparatur pemerintah desa, lanjut dia, harus sering berkonsultasi tentang hukum yang berlaku di desa. Sehingga tidak terjadi penyalahaturan yang bertentangan dengan hukum. “Apabila ada kasus yang terjadi di desa bisa koordinasi ke Kapolsek atau Babinkabtibmas, tentunya semua persyaratan harus sudah dilengkapi,” lanjutnya.
Selanjutnya, Tejo yang juga narasumber dari Bidang Intelijen Kejari Bojonegoro menjelaskan, jika terjadi dugaan pelanggaran hukum, apabila baru turun sprindik masih bisa diselesaikan dengan musyawarah. Akan tetapi apabila sudah dilakukan penyelidikan, maka proses hukum, hingga sidang kerugian harus dikembalikan kepada negara.
Permasalahan di desa sangat rentan dengan kasus korupsi, sering kali terjadi di desa-desa. Namun begitu untuk kasus korupsi di Kabupaten Bojonegoro sampai saat ini minim, dan tentunya jangan sampai terjadi lagi.
“Kami berharap dengan adanya penyuluhan hukum ini dapat mencegah terjadinya kasus korupsi di desa. Efek dari kasus korupsi dapat merambat secara luas, mulai dari jabatan sampai dengan keluarga. Maka dari itu diharapkan jangan pernah mencoba untuk korupsi Dana Desa,” tegasnya.
Tejo mengingatkan, untuk mencegah agar tidak terjadi korupsi, salah satu cara adalah dengan memahami tupoksi masing-masing Kapala Desa. Jujur dalam pengolahan dana desa, hidup sederhana dan transparan, serta perlu ditekankan bagi para aparatur pemerintah/perangkat desa dalam mengambil kebijakan-kebijakan dapat dijalankan secara bertanggung jawab.
“Dan sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga tidak merugikan masyarakat,” jelasnya
Afrizon, narasumber dari Pengadilan Negeri Bojonegoro mengatakan, perkara tindak pidana korupsi saat ini tidak bisa ditangani di pengadilan daerah. Sesuai peraturan terbaru, perkara tipikor saat ini khusus pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) adanya di provinsi.
Selain itu, lanjutnya, jika terkait perkara tindak pidana perdata pada dasarnya harus jelas perjanjian-perjanjian pengadaan barang dan jasa dengan kedua belah pihak tersebut, oleh karena itu isi dari perjanjian awal harus jelas.
Afrizon juga banyak mengulas, diantaranya, litigasi, ketika proses yang ada di desa tidak berhasil dan berjalan dilanjutkan di pengadilan maka aparatur desa dalam hal ini kepala desa dan perangkat harus melimpahkan ke pengadilan dan harus membantu dari pengadilan sampai dengan permasalahan selesai.
Kedua, non litigasi, ketika permasalahan terjadi di desa hanya sebatas mediasi sepanjang tudak memutuskan masalah dan ada titik temu dalam perdamaian dengan ada surat perdamaian dan disepakati semua pihak.
Lettu Kav. Rochim Sri Wahyu, Pasipers Kodim 0813 Bojonegoro menjelaskan, peran TNI, pertama, mendukung pemerintah daerah di tingkat kabupaten, kecamatan dan desa. Hal ini dilaksanakan dari segi pembangunan, keamanan dan pertahanan untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat.
Kedua, membantu tugas kepolisian tentang keamanan dan ketertiban. “Apabila ada permasalahan hukum di desa, aparatur pemdes dapat berkoordinasi serta bermusyawarah dengan Babinsa maupun Babinkabtibmas sehingga permasalahan cepat diselesaikan,” pungkasnya. (mil)