BOJONEGORO – Geliat ekonomi masyarakat sekitar Jembatan Terusan Bojonegoro Tuban (TBT) atau Jembatan Kanor Rengel tumbuh pasca diresmikan pada Rabu (12/1/2022) lalu. Hal itu nampak saat pagi hari lapak mamin dadakan milik masyarakat setempat yang menyajikan wedang jahe, kopi, bakso dan lainnya mulai buka.
Adanya jembatan tersebut, bak menjadi berkah tersendiri bagi masyarakat desa setempat. Dimanfaatkan untuk berjualan makanan dan minuman di depan teras rumah. Hal ini menunjukan, bahwa ekonomi masyarakat sekitar Jembatan TBT mulai tumbuh meskipun omzet mereka dapat dibilang relatif dan fluktuatif.
Meski demikian, memanfaatkan sedikit lahan untuk membuka lapak kreatif menyuguhkan makanan dan minuman bagi pengunjung atau pengguna jalan, merupakan langkah yang baik untuk membuka usaha. Sebab, Jembatan TBT ini selalu ramai dikunjungi. Baik remaja hingga yang sudah berkeluarga.
Jembatan yang melintas diatas Bengawan Solo penghubung antara Desa Semambung, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro dan Desa Ngadirejo, Kecamatan Rengel, Kabupaten Tuban ini nampak ramai saat sore hingga malam hari. Banyak pengunjung menikmati suasana di atas jembatan.
Tidak sedikit dari pengunjung membeli makanan dan minuman di lapak atau keda dadakan milik warga setempat. Ditambah, pedagang-pedagang dari desa tetangga juga ikut mengais rejeki, berjualan di sekitar jembatan tersebut. Setelah itu, pengunjung terlihat menikmati suasana Jembatan TBT.
“Adanya jembatan ini menjadi salah satu berkah tersendiri bagi kami,” kata Cak Nan salah satu pedagang di sekitar Jembatan TBT Desa Semambung, Kanor.
Menurutnya, tempat ini sangat strategis untuk berjualan. Jembatan TBT atau juga disebut Jembatan Kare ini banyak dikunjungi masyarakat desa setempat. Selain pengunjung dari desa setempat, banyak pengunjung dari kecamatan lain yang menikmati waktu sore harinya di Jembatan TBT atau Jembatan Kare ini.
Ia sangat bersyukur, banyak pengunjung omsetnya pun turut bertambah sekitar Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu per harinya. Pria berkulit coklat ini mulai buka lapaknya sekitar pukul 16.00 Wib hingga pukul 22.00 Wib. Ia menjual sosis bakar, kebab, serta makanan atau camilan lainnya yang kiranya bisa memanjakan lidah pengunjung.
“Bersyukur bisa jualan dan bisa menambah penghasilan,” katanya sembari membersihkan lapak miliknya.
Mengenai kebersihan sampah sisa dagangan, ia berkomitmen dengan sesama pedagang lainnya untuk selalu menjaga kebersihan. Sebab, dia dan pedagang lainnya sadar bahwa kebersihan lingkungan sangat penting. Sampah sisa dagangan mereka buang di tempat sampah yang sudah ada.
“Sangat penting menjaga kebersihan agar tidak kumuh atau kotor,” ujarnya Cak Nan dengan nada tegas.
Selain lapak para penjual makanan dan minuman serta camilan lainnya di jalur masuk Jembatan TBT yang niscaya benar-benar membuka akses ekonomi masyarakat desa setempat ini, juga ada delman yang dihiasi dengan lampu kerlap kerlip yang stand bay atau bersiap untuk mengajak keliling – keliling jembatan.
Ada juga masyarakat menyebutnya dengan delman cinta. Karena, niscaya dengan penuh rasa cinta membawa pengunjung menikmati suasana pedesaan di sekitar Jembatan TBT ini. Delman tersebut mulai bersiap sekitar pukul 18.00 Wib samping jalur masuk jembatan di wilayah Desa Semambung.
Jika hendak naik delman, pengunjung dapat memarkir kendaraannya di sekitar jembatan. Harga sekali naik sebesar Rp 10 ribu per penumpang. Rute yang diambil dari Jembatan TBT ke arah Desa Kanor dan ke arah Desa Rengel. Namun sayangnya, keberadaan delman ini tidak menentu harinya.
“Sudah sampai disini, tapi pas hari itu ternyata delmannya tidak bersiap di sekitar jembatan,” kata Wahyudi, salah satu pengunjung dari Desa Kanor.
Saat ditanya mengenai keberadaan Jembata TBT ini dengan potensi ekonomi masyarakat lokal ? Pria beranak satu ini menilai ekonomi lokal masyarakat desa sekitar Jembatan TBT ini cukup potensial. Terbukti pasca Jembatan TBT diresmikan, geliat ekonomi masyarakat setempat mulai tumbuh. (mil)
Tidak ada komentar