BOJONEGORO – Selama kurun waktu dua tahun terakhir, kasus balita stunting di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, menurun. Tercatat, tahun 2018 jumlah kasus stunting sebesar 8,76 persen (6.941 balita).
Lalu, pada tahun 2019 turun menjadi 7,45 persen atau 5.868 balita. Kemudian, pada Februari 2020 turun lagi menjadi 6,87 persen atau 5.192 balita.
Dalam menyikapi masalah stunting ini, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro melakukan berbagai upaya pencegahan stunting. Diantaranya, melalui inovasi Peningkatan Status Gizi Balita (PESTA GITA).
Dampak stunting tidak hanya pada pertumbuhan fisik. Namun, juga mempengaruhi tingkat kecerdasan anak. Karena itu, upaya bersama-sama pencegahan harus getol dilakukan.
“Penyebab balita stunting di Bojonegoro banyak faktor,” kata Kabid Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Bojonegoro, dr. Lucky Imroah.
Pola asuh yang kurang tepat, pemenuhan makanan masih kurang, asupan gizi kurang pada masa kehamilan, sanitasi kurang baik dan penyakit penyerta sejak lahir, juga menjadi penyebab prevalensi balita stunting.
Strategi kebijakan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro adalah inovasi Peningkatan Status Gizi Balita (Pesta Gita). Pesta Gita terdiri dari empat pilar. Yakni pilar pertama, pendidikan gizi kesehatan masyarakat.
Kedua, pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan pos gizi dan kelompok pendukung ASI. Ketiga, intervensi gizi melalui kegiatan posyandu, penyediaan ruang laktasi, pemberian makanan tambahan.
“Dan pilar yang keempat adalah kolaborasi lintas sektor melaui upaya perbaikan gizi dan kesehatan dimulai dari masa remaja,” ucap dr. Lucky.
“Kami bersyukur, dengan upaya inovasi Pesta Gita Pemkab Bojonegoro berhasil menurunkan pravelensi balita stunting,” tambahnya.
Saat ini kasus stunting tertinggi yakni di Kecamatan Kedungadem. Salah satu penyebabnya adalah keikutsertaan ibu-ibu masih rendah untuk datang dalam kegiatan posyandu kesehatan.
“Meski begitu, adanya empat pilar Pesta Gita ini optimis mampu mencegah stunting di Bojonegoro,” pungkasnya. (muh/mil)